Arisa(Kiri) AkaRhy(Tengah) vs Eyeless Jack(Kanan)
Story Maker: TataFarra
Illustrator: Rhintan Prameswari
Illustrator: Rhintan Prameswari
24 Desember 2014
Di malam natal ini, SALJU yang turun dengan lebat membuat udara di sekitar menjadi dingin. Terlihat seorang gadis berambut merah sedang berjalan sendirian sambil membawa barang belanjaannya ke sebuah gang yang sepi dan gelap. Rambut pendeknya bersinar memantulkan cahaya bulan dan melambai tertiup angin yang berhembus pelan. Tanpa disadarinya, tampak sepasang mata yang sedang mengikutinya dari balik kegelapan malam.
"Hmm, ibu pasti sudah menunggu di rumah.. aku harus bergegas."
.
.
.
"Tapi, kenapa aku merasa ada yang memperhatikanku?"
Gadis itu menoleh kebelakangnya hanya untuk menemukan cahaya bulan yang BERPENDAR di kegelapan malam.
"Ehhh, kurasa itu hanya perasaanku saja.."
Gadis itu kembali bergegas pulang, memikirkan keluarganya yang menunggunya di rumah. Akan tetapi, perasaan was-was tersebut kembali muncul di dalam benaknya. Gadis itu kembali menoleh ke belakang, tetapi kali ini dia melihat sekelebat bayangan hitam di ujung gang tersebut.
Gadis tersebut mulai berlari, keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia sadar, secepat apapun dia berlari dia tetap tidak akan bisa kabur dari sosok tersebut.
Sosok tersebut mengejarnya dengan sangat cepat. Gadis itu berlari terlalu cepat sehingga dia tersandung dan terjatuh.
"Aduh!"
Gadis itu menoleh ke belakang untuk melihat seberapa jauh sosok tersebut darinya, namun dia tidak melihat apa-apa. Gadis itu mulai menenangkan dirinya dan mengatur nafasnya. Tanpa dia sadari, sosok tersebut sudah berada di depannya. Gadis itu terdiam. Ketakutan menguasainya. Mulutnya yang beku sudah tidak dapat berkata-kata lagi.
Bulan purnama yang bersinar terang menyinari sosok tersebut. Samar-samar, terlihat seorang pria dewasa berjaket merah yang membawa sebuah pisau yang berlumuran darah. Pria tersebut menyeringai dan tertawa kecil. Gadis itu mencoba untuk berdiri dan berlari ke arah sebaliknya, namun pria itu tetap mengikutinya dengan langkah yang berat.
"Wah, wah.. Apa yang kutemukan di sini? Kau mau kemana, kelinci kecil?"
Gadis itu tetap berlari, namun pria itu mengejarnya dan menarik bajunya.
"KYAAAAA...!! TOLONG!!"
Gadis itu memberontak, berusaha melepaskan diri.
"HAHA, PERCUMA SAJA BERTERIAK, BODOH! TIDAK AKAN ADA ORANG YANG DAPAT MENDENGAR SUARA KECILMU DI TEMPAT SEPERTI INI!"
Pria itu mengangkat pisaunya, bersiap-siap untuk membunuh gadis itu.
"Huh? Siapa bilang tidak ada yang bisa mendengar suaranya?" terdengar sebuah suara misterius yang tiba-tiba muncul.
"HAH? SIAPA KAU!?"
Pria tersebut menengok kebelakang dan melihat sosok yang keluar dari bayangan gelap. Kini, tampak sesosok gadis berambut merah panjang dengan ikatan di bagian bawahnya. Matanya yang merah, semerah darah, menatap tajam ke arah pria itu. Pria itu mulai bergidik ngeri.
"K-KAU..? SIAPA KAU!?" Ucap pria tersebut, panik.
"Pengecut sekali, menyerang gadis yang tidak berdaya. Bersiaplah..."
Gadis berambut merah itu menebas kepala pria itu dengan cepat menggunakan pedangnya.
"SRAKK!!"
Gadis yang membawa belanjaannya tadi kini lepas dari pegangan pria gila tersebut. Dia masih sangat shock melihat darah yang terciprat kemana-mana. Matanya tampak berair, sepertinya dia sedang mengingat sesuatu. Gadis yang berhasil membunuh pria tadi menyimpan pedangnya di punggungnya dan menghampiri gadis yang sedang shock tadi.
"Kau baik-baik saja? Apakah ada yang terluka?" tanyanya.
"Tidak, aku... aku baik-baik saja, terima kasih," jawab gadis tersebut, masih tampak shock.
"Siapa namamu?" gadis tersebut bertanya, berusaha menghilangkan rasa shocknya.
"Aku Akarhy. Kau?" jawab gadis yang berhasil membunuh pria gila tadi.
"Aku Arisa. Senang berkenalan denganmu," gadis itu tersenyum, memunguti belanjaannya yang berjatuhan.
Arisa berdiri, kembali membawa belanjaannya dan memperhatikan perban yang membalut Sebagian banyak tubuh Akarhy.
"Umm, apa yang terjadi padamu? Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Arisa heran.
"Iya, aku baik-baik saja. Di sini hanya dingin," jawab Akarhy sambil mengelus tangannya yang terasa membeku.
Arisa kemudian menyadari bahwa Akarhy hanya memakai kemeja yang sangat tipis sebagai atasan. Kemudian, dia membalutkan syal yang dipakainya di leher Akarhy.
"Pakailah, nanti kau kedinginan.." ucapnya lembut.
"Hm..? T-terima kasih.. ini hangat," ucap Akarhy sambil memegang syak Arisa.
"Simpanlah syal itu, aku masih memiliki satu syal lagi di rumah. Ngomong-ngomong, dimana rumahmu?"
"Aku tidak punya rumah."
"Kau.. tidak punya rumah..?" tanya Arisa heran.
"Iya, aku sendirian.. itu tidak masalah," jawab Akarhy.
"Kalau begitu, kau bisa tidur di tempatku!"
"T-tidak usah...! Aku bisa tidur di mana saja.."
"Ayolah, rumahku dekat, kok! Hanya beberapa blok lagi dari sini," ucap Arisa sambil menarik tangan Akarhy.
"Ehhh, t-tapii.. baiklah.. aku akan ikut.."
"Hehe," Arisa tertawa kecil.
"Terima kasih.. kau orang yang baik," jawab Akarhy sambil sedikit tersenyum.
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di apartemen tempat Arisa tinggal.
"Ayo, masuk!" ajak Arisa sambil melepas sepatunya.
"Tapi.. apa tidak apa-apa?"
"Tentu saja tidak apa-apa!"
Akarhy merasa tidak enak pada Arisa. Sambil melepas sepatunya, Akarhy kembali bertanya.
"Di rumahmu ada siapa?"
"Ada wanita pemilik apartemen ini dan anaknya," jawab Arisa sembari tersenyum.
Arisa membuka pintu apartemennya dan tampak suasana rumah yang hangat dan terang.
"Ibu, aku pulaaaang..!!" Arisa berlari dan memeluk wanita pemilik apartemen tersebut.
Akarhy memperhatikan Arisa yang memeluk wanita tersebut dan tersenyum.
"Lihatlah, bu, aku membawa teman baru!" ucap Arisa riang.
Akarhy masih kaku dengan suasana tersebut karena dia hampir tidak pernah bersosialisasi.
"Akarhy, ayo perkenalkan dirimu!" Arisa berkata pada Akarhy.
"Uhm.. h-haii.. a-aaku..A-aaka-rhy, senang b-bertemu denganmu," ucapnya kaku dan terbata-bata karena dia sangat pemalu.
"Heee? Wanita cantik ini sangat pemalu rupanya!" canda wanita pemilik apartemen itu.
Akarhy terdiam, pipinya memerah.
"Kemarilah ke sini!" ujar wanita itu sambil memeluk Akarhy.
"Dan makanlah bersama kami!" ujar wanita itu lagi sambil menawarkan kue kepada Akarhy.
Akarhy kaget karena dia belum pernah dipeluk sebelumnya.
"T-terima kasih, tapi itu akan merepotkan anda," tolak Akarhy.
"Heee? Ayolah, kami membuat kue yang enak, loh!"
"Kue..?"
"Iya, kami membuatnya dengan sepenuh hati," jawab wanita pemilik apartemen.
"Tapi sepertinya kami membuat terlalu banyak," tambahnya lagi.
"Baiklah.. terima kasih," Akarhy memakan kue pemberian wanita itu.
"Ini enak sekali.." ujarnya sambil tersenyum.
"Tentu saja! Sekarang makanlah lebih banyak!" jawab wanita itu sembari menyodorkan lebih banyak kue. Dia terlihat sangat senang.
"Satu saja cukup," tolak Akarhy.
"Ehh? Tapi badanmu tampak kurus.. Kau harus makan lenih banyak agar tubuhmu lebih sehat!" wanita itu tampak khawatir.
"Aku baik-baik saja, ini sudah cukup.. Anda baik sekali," ujar Akarhy tersenyum.
Kemudian, Arisa datang menghampiri mereka berdua. Sepertinya dia mendengar pembicaraan Akarhy dengan wanita pemilik apartemen itu. Arisa tampak sangat khawatir.
"Apakah kau sakit?" tanya Arisa pada Akarhy.
"Aku baik-baik saja."
"Eh, baiklah kalau begitu," Arisa masih tampak cemas.
Akarhy tersenyum. Senyumnya sangat menawan, walaupun dibalik senyuman itu terdapat rasa sakit yang mendalam.
"Apakah kau mau duduk di dekat perapian?" tanya Arisa lagi.
"Uhm.. iya.." jawabnya sambil berpindah ke dekat perapian.
".. hangat.." ujarnya lagi.
"Memang hangat," jawab Arisa sambil memeluk Akarhy dan tertawa kecil.
"Apa yang kau lakukan Arisa?"
"Hm? Apa lagi kelihatannya? Aku sedang memelukmu!"
"Begitu.." jawab Akarhy. Pipinya memerah.
"Tenanglah, aku tidak mesum, kok!" tambah Arisa, tertawa.
"A-aku tidak berfikiran seperti itu! Hanya saja.. mengingatkanku pada sesuatu.."
"Apa itu?" Arisa menatap mata Akarhy dalam-dalam.
"Kakakku. Dia selalu memelukku seperti ini saat aku kedinginan.."
"Oh, begitu.." senyum licik terpampang di wajah manis Arisa.
"Kalau begitu.. aku akan memelukmu lebih erat lagi!" ujar Arisa sambil memeluk Akarhy dengan kuat sampai Akarhy kesulitan untuk bernafas.
"Arisa.....!?" ucap Akarhy kaget.
Arisa masih memeluk Akarhy dengan kuat. Lebih kuat dari sebelumnya.
"Uhukk...uhukkk..."
"Lepasskan a-aaku.."
"N-nngak bii...saa naa...fasss," Akarhy memberontak.
"T-tterrl...aaalu....e..ee
"Khukhukhu.." Arisa melepaskan pelukannnya dan tertawa.
"Kamu terlalu imut, sih!" tambahnya lagi.
"Huh? Aku tidak imut.. tidak sepertimu," bantah Akarhy.
Arisa tertawa dan mencubit kedua pipi Akarhy. Namun, ekspresi Akarhy tetap datar.
"....."
"Kau ini.." ucap Akarhy.
Arisa melepas cubitannya dan berusaha menahan tawanya.
"Pfft... h-ha.." tawa Arisa semakin sulit ditahan.
Akarhy memegang pipinya yang memerah. Tiba-tiba, anak dari wanita pemilik apartemen itu datang dan menghampiri mereka berdua.
"Hei, Arisa! Jangan nakal, ya," ujarnya sambil mencubit pipi kanan Arisa.
"Aduh! H-hei! Apa yang kau lakukan!"
Akarhy hanya menatap mereka berdua dengan tatapan bingung.
Anak dari wanita pemilik apartemen itu melepaskan cubitannya.
"Hehe, habisnya kamu nakal sih!" ujarnya sambil tertawa.
Arisa memegangi pipi kanannya yang memerah.
"Akarhy.. pipi kita.." keluh Arisa.
"Itu balasan untukmu, Arisa," ujar Akarhy sambil menyeringai.
"Ehhh??? Tapi!! Apa yang sudah kuperbuat??"
"Kau sudah mencubit pipiku, lihat?" jawab Akarhy sambil menunjuk pipinya yang merah.
"Eeeeehh?? Tapi aku kan hanya bercanda!?" protes Arisa.
"Lupakan saja," ucap Akarhy.
"Baiklah, baiklah, aku mengerti," kata Arisa sambil tertawa.
Pipi Akarhy kembali memerah tanpa harus dicubit lagi.
"Oh, iya.. namamu Akarhy kan?" tanya anak laki-laki tadi, memastikan.
"Iya, kau benar.. Kau?"
"Perkenalkan, aku Atshushi, anak dari wanita tua itu," jawabnya sambil menunjuk ke wanita pemilik apartemen yang memang terlihat tua.
"Begitu.. salam kenal.." ucap Akarhy.
Atshushi menengok ke arah jendela dan melihat RERINTIK salju yang berjatuhan di jendela.
"Hei, kalian tidak bermain di luar? Sekarang kan white christmas," ujar Atshushi kepada Arisa dan Akarhy.
Mendengar perkataan Atshushi, Arisa menjadi bersemangat.
"Astaga! Aku lupa kalau ini white christmas!" pekik Arisa.
Arisa menarik tangan Akarhy.
"Akarhy, ayo bermain di luar!" ucap Arisa setengah berteriak.
Kali ini, Arisa bertingkah seperti anak kecil. Akarhy mengikuti Arisa dengan heran.
"Apa yang ada di luar? Sesuatu kah?" tanyanya.
"Di luar ada saljuuuu...!!!" pekik Arisa riang.
"Kenapa kau bersemangat sekali?" tanya Akarhy sambil memperhatikan tingkah Arisa.
"AKU SANGAT SUKA SALJU."
Arisa melompat kegirangan. Tetapi, diam-diam perasaan tidak enak kembali menyelubungi Arisa.
"Haha, kau lucu sekali," ujar Akarhy sembari tertawa kecil.
Di luar, tampak halaman yang putih karena tertutup salju.
"Uwaaaaaaaahhh...!!!" pekik Arisa takjub, matanya berbinar.
Arisa melompat ke tumpukan salju.
"....?" Akarhy terdiam.
"Kemarilah Akarhy, kita bermain!"
"Aku di sini saja.."
Akarhy duduk dan masih memegangi syalnya.
"Hmmm, kau yakin?" tanya Arisa.
"Iya, aku tak begitu suka salju," jawabnya.
"Baiklah kalau begitu.."
"....."
Akarhy terdiam, menatap butir-butiran salju sedangkan Arisa sedang asik bermain-main dengan salju saat tiba-tiba Arisa melihat sekumpulan salju yang berlumuran darah.
"Ehhh, a-apa ini?"
Dari kejauhan, tampak sesosok bayangan yang sangat AMBIGU.
"Ehhh...??"
"Ada apa Arisa?" tanya Akarhy.
"Cih, firasatku tidak enak," pikir Akarhy.
"Akarhy, apakah kau melihat bayangan di sana?"
"Iya.. itu.."
Semakin lama, bayangan tersebut menjadi semakin jelas. Dari bayangan itu, tampak mayat seorang pria yang berlumuran darah dengan perut yang terbuka lebar. Di dekatnya, tampak sesosok pria dewasa bertopeng biru sedang memakan sesuatu yang terlihat seperti ginjal. Arisa dan Akarhy bergidik ngeri melihat pria tersebut mencabik-cabik ginjal mentah tersebut dengan giginya yang berlumuran darah.
"I-itu.."
Akarhy sepertinya mengenal sosok tersebut. Namun, Akarhy masih terpaku dan matanya membulat ketika melihat hal tersebut dan diam-diam menyiapkan katananya. Arisa membuat sebuah benteng dari salju dan berlindung di baliknya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Akarhy.
"A-aku bersembunyi!" jawab Arisa dari balik benteng saljunya.
"Sebaiknya kau masuk," Akarhy khawatir melihat tingkah Arisa.
"Heeee? Tapi?"
"Biar aku yang hadapi dia."
"T-tapi, tapi..." protes Arisa.
"Aku baik-baik saja."
Arisa tampak sangat khawatir.
"Kau berlindunglah di dalam, di sana aman," tambah Akarhy sambil tersenyum.
"Aku akan berjaga-jaga di pintu, kalau-kalau dia masuk," ucap Arisa sambil berlari ke arah pintu.
Akarhy mengeluarkan katananya, dan mengatakan kalimat yang biasa dikatakannya sebelum mulai Bertarung.
"Bersiaplah..."
Makhluk itu menoleh ke arah Akarhy. Sepertinya makhluk itu mulai menyadari kehadiran Akarhy dan Arisa.
"Sigh.. dia melihat kemari," keluh Akarhy.
Makhluk itu berjalan perlahan ke arah Akarhy dengan menyeret kakinya yang gontai sementara Akarhy memasang kuda-kuda untuk menyerang.
"Khukhukhu, lihat apa yang kita punya di sini," tawa makhluk itu.
"Huh?"
"Mangsa baru," ucap makhluk itu sambil menyeringai dan menunjukkan gigi taringnya.
"Aku akan menghabisimu di tempat ini," ucap Akarhy.
Ekspresi Akarhy berubah menjadi menakutkan.
"Khukhukhu.. Mari kita bedah perut kotormu itu, bodoh."
"Huh, coba saja, bodoh," jawab Akarhy.
Makhluk itu semakin dekat. Kini, Akarhy dapat melihat sosoknya yang diterangi oleh cahaya dari lampu jalan. Makhluk itu adalah Eyeless Jack.
"Eyeless Jack.. menarik sekali," ucap Akarhy.
Dengan cepat, Jack berlari dan menerjang Akarhy.
"MATI KAU, MANUSIA BR*NGS*K!"
Pisau bedah Jack menggores lengan Akarhy, namun, Akarhy berhasil membalasnya dengan sebuah tendangan yang membuat Jack terpental.
"BUUGGHH..!!"
Lalu, dengan cepat Akarhy berlari dan menebas lengan Jack. Darah bermuncratan dari lengan Jack yang terpotong.
"Khukhukhu, apakah hanya ini kekuatanmu?" tanya Jack dengan suara yang memekakkan telinga.
"Tidak, ini baru permulaan," jawab Akarhy dingin.
"Khukhu..khu...KHUKHUKHU..
Jack tertawa, dirinya sudah menjadi terlalu gila. Dia meremas ginjal yang ada di genggamannya hingga pecah dan juga mengoyak bajunga sehingga badannya yang berotot terlihat. Sedangkan Akarhy hanya menatap Jack dengan tatapan membunuh. Akarhy menggenggam erat pedangnya dan bersiap-siap.
"KHUKHUKHU, COBALAH DAN BUNUH AKU, MANUSIA TAK TAHU DIRI," teriak Jack.
"Tahan.. aku tak boleh gegabah," ucap Akarhy pelan, menahan semua emosinya.
"Dia bukan lawan sembarangan," ucap Akarhy dalam hati.
Jack kembali menerjang Akarhy dan kali ini, dia berhasil membuat sebuah luka terbuka di perut Akarhy.
"KHUKHUKHU, I NEED MORE KIDNEYS!"
"AAARRGGHH!!" teriak Akarhy, menahan sakit.
"I NEED MORE, MORE, AND MOOORRRRREEEEEE...!!!!" teriak Jack, menjadi semakin gila.
Kali ini, dia mengoyak baju Akarhy. Namun, dengan cepat Akarhy menusuk pedangnya ke perut Jack dan memukul wajah Jack untuk menyingkirkannya dari tubuh Akarhy.
"Minggir kau, bodoh!"
"KUH!"
"Kau tidak bisa berbuat seenaknya saja."
Setelah ditusuk, Jack kembali bangkit dan kembali menyerang Akarhy.
"Sigh, c-cepat sekali!"
Jack menarik rambut Akarhy yang panjang sampai badan Akarhy terangkat dan kakinya tidak menyentuh tanah.
"KHUKHUKHU, PENDEK," ejek Jack.
"TRANG!!"
Akarhy menjatuhkan pedangnya.
"L-LLEPASKAN AKU!!! S-SAAKITT!!" berontak Akarhy.
"KHUKHUKHU.."
Akarhy mencoba meraih tangan Jack, namun Jack melemparnya dengan sekuat tenaga hingga Akarhy terpental ke arah dinding.
"BUAGH!"
Darah keluar dari mulut Akarhy dan Akarhy menjadi tak sadarkan diri. Jack mendekati Akarhy dan mencoba untuk membuka perut Akarhy dengan pisau bedah yang dibawanya.
"KHUKHUKHU, MANUSIA BODOH.."
Tiba-tiba Akarhy siuman dan kaget melihat Jack yang berada tepat di hadapannya dengan salah satu ginjal Akarhy di tangannya. Dengan sadis, Jack mengoyak ginjal Akarhy dengan gigi taringnya yang tajam dan berlumuran darah.
"AARRGH!"
Akarhy memegangi perutnya yang terluka. Dia tidak dapat bergerak karena kondisinya. Pandangannya mulai menjadi kabur. Tiba-tiba, sebuah pisau daging yang besar menancap di belakang kepala Jack.
"!?"
Jack hampir saja memuntahkan ginjalnya yang sudah setengah tertelan. Dia menengok ke belakang dan melihat Arisa dengan banyak sekali jenis pisau.
"Jadi kau yang melakukannya, gadis kecil?" tanya Jack sambil tersenyum kepada Arisa.
Arisa bersiap-siap untuk melempar pisau daging lainnya.
"P-PERGI KAU MAKHLUK JAHAT! TOPENG BIRUMU ITU SANGAT MEMUAKKAN DAN CAIRAN MENJIJIKKAN DARI MATAMU ITU TERLIHAT SEPERTI SUSU COKLAT," teriak Arisa mantap, mencoba untuk mengejek Jack.
"APA KAU BILANG? BERANI SEKALI KAU ANAK KECIL.." ujar jack sembari mendekati arisa dengan langkah kaki yang berat.
Arisa kembali melempar pisau ke arah Jack, namun Jack berhasil menghindarinya. Arisa mencoba melempar lagi, lagi, dan lagi, sampai akhirnya Arisa mencoba untuk melemparkan lima pisau daging sekaligus.
"JLEBB!"
"A-A..APA?!" teriak Jack saat salah satu pisau menancap di tubuhnya.
"DENGAN PENAMPILAN YANG SEPERTI ITU, KAU TERLIHAT SEPERTI SEBUAH GINGERBREAD MAN DENGAN BUAH BLUEBERRY DI ATASNYA!"
Arisa kembali mencoba untuk mengejek Jack sambil melempar sebuah kursi kayu yang berat.
"BLETAKK!"
Kursi itu mengenai kepala Jack.
"ANAK KECIL SIALAN! AKU AKAN MENGHABISIMU!" teriak Jack sambil memegangi kepalanya yang berdarah.
[Sementara itu, di alam bawah sadar Akarhy..]
"Kenapa... kenapa..."
"Aku.."
"Bisa dikalahkan oleh makhluk itu.."
"Begini saja sudah kalah.."
"Kau lemah sekali, Akarhy," ucap kepribadian Akarhy yang lain.
"A-APA KAU BILANG?"
Kini, dihadapan Akarhy terlihat dirinya yang lain.
"Kalau kau ingin balas dendam, kau harus menjadi kuat. Dan terimalah aku di tubuhmu, maka kau akan menjadi kuat," ucap Akarhy yang lain sambil tersenyum kecil.
"Diam kau.." Akarhy tak ingin dirinya lepas kendali.
"Ayolah, kau ingin menyelamatkan Arisa kan? Dia sedang dalam bahaya, tahu," bujuk Akarhy yang lain.
"Kau benar, aku harus menyelamatkannya.."
Perlahan, Akarhy mulai siuman dan samar-samar melihat Jack yang mulai mendekati Arisa.
"A-aarii...saa.." ucap Akarhy lemah.
Arisa menutup pintu utama gedung apartemennya, dan tampak Jack sedang menggedor pintunya. Terlihat darah segar yang mengalir dari balik pintu apartemen melumuri dan menodai salju-salju putih yang berada di luar.
"KELUAR KAU ANAK KECIL," teriak Jack kepada Arisa.
"AKU BUKAN ANAK KECIL!!" balas Arisa dari balik pintu.
"AKAN KUDOBRAK PINTU INI!!"
Diam-diam Akarhy tersadar. Dia bangkit dan mengambil pedangnya. Namun ada yang berbeda dengan ekspresinya, terlihat senyuman yang menyeramkan dan hawa pembunuh yang menakutkan. Jack mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu apartemen dengan kakinya yang sudah pincang.
"HEI..." ucap akarhy kepada Jack.
Jack mendobrak pintunya, kemudian menoleh dan menyadari kehadiran Akarhy.
"BERSIAPLAH..." ujarnya lagi.
"KUH! MASIH HIDUP SAJA KAU INI," protes Jack.
"MATI KAU!!!"
Akarhy dengan cepat berlari dan menebas tangan Jack. Akarhy menyerang Jack dengan membabi buta.
"SRAKK!! SRAKK!!"
Akarhy terus menebas tubuh Jack dengan bertubi-tubi.
"MATI KAU! MATI! MATI! MATI! HAHAHAHAHA!!!!"
Akarhy masih melakukan serangan yang bertubi-tubi.
"KUH...AAAAAARRRGGHHH!!" teriak Jack.
Jack mencoba untuk menangkis serangan Akarhy namun tidak berhasil.
"UAAAARRRRRGGGHHHH!!!"
"MATI KAU!" teriak Akarhy.
Akarhy masih terus menyerang Jack. Tiba-tiba sekelebat bayangan muncul dengan cepat, membawa Jack pergi.
"Wuuuushh.."
Sekilas, Arisa dan Akarhy dapat melihat senyum yang berdarah dari sosok tersebut.
"A-APA ITU!?" ujar Akarhy kaget.
"Sepertinya.. aku tahu.." ujar Akarhy lagi.
"KHUKHUKHUUUU, MANUSIA BODOOOOOOHHH.. !!!" teriak sosok tersebut sebelum menghilang dalam kegelapan.
"MAU LARI KEMANA KAU?!" teriak Akarhy.
"Sigh.. dia sudah pergi...ughh.."
Akarhy memegangi lukanya dan kemudian tergeletak di tumpukan salju putih yg kemudian berubah menjadi merah darah. Datang Arisa yang juga terluka menghampiri Akarhy dan menggendongnya masuk ke dalam. Arisa menurunkannya di kasur dan membersihkan pakaian Akarhy. Arisa membuka perlahan perban Akarhy untuk membersihkan lukanya dan melihat bekas jahitan di sekujur tubuhnya. Arisa berusaha mengabaikanya, dan melanjutkan membersihkan luka Akarhy. Setelah selesai, Arisa menyelimuti Akarhy yang masih pingsan dan membersihkan lukanya sendiri, kemudian pergi mandi. Tiba-tiba, Akarhy siuman dari pingsannya dan kaget ketika melihat perbannya telah dibuka.
".....!!!"
"Dimana ini?" ujar Akarhy lalu memperhatikan keadaan sekitar.
Jam di dinding menunjukkan jam 1 malam. Suasananya sangat sepi, sepertinya orang-orang yang tadi berada di apartemen Arisa sudah pulang.
"Cih, perbanku terbuka. Luka yang memalukan," ucapnya lagi saat melihat bekas luka jahitan di tubuhnya.
Terdengar suara rintihan dan suara air diguyur dari arah kamar mandi.
"A-Ah! pwerihh..." rintih Arisa.
"Sudah malam, yah.. sepertinya Arisa sedang mandi.."
Akarhy merebahkan tubuhnya dan pura-pura tidur. Kemudian, tampak Arisa keluar dari kamar mandi dan mengganti bajunya dengan cepat. Arisa melihat Akarhy yang sedang tertidur. Arisa menghampiri Akarhy dan membelai rambutnya.
"Hmmm... Apa yang telah terjadi padamu?" ucapnya sedih.
"Huh? Kau melihatnya ya?" ucap Akarhy, tiba-tiba bangun.
"Hei.. Arisa.. Kau... Melihatnya, kan? Aku tahu.." tanya Akarhy.
Arisa terkejut, dia pikir Akarhy masih tertidur.
"Akarhy? Kau sudah bangun?"
"Iya,dari tadi.."
"Aku melihatnya..."
Akarhy bangkit dan menatap arisa.
"Ehhh? Jangan bangkit dulu! Badanmu masih sakit kan? Lukamu belum kering!" ujar Arisa cemas.
"Tidak apa-apa.."
Arisa tampak sangat khawatir. Akarhy melihat luka di perutnya.
"Sepertinya aku kehilangan sesuatu," ujarnya lagi.
"Yah.. begitulah.. kau.. kehilangan ginjalmu, aku sudah menelepon ambulans. Dan mereka akan datang mungkin 15 menit lagi.. Yaah, rumah sakit jauh dari sini, sih," kata arisa sambil tertawa kecil.
"Tapi, tak masalah.. itu tidak perlu.."
"Ehh? Tapi? Kau tidak apa-apa?"
"I-iiya.. aku msh punya satu lagi jadi tak masalah.." jawab Akarhy sambil memegangi lukanya yang belum kering.
"Tapi..."
Arisa terlihat sangat bingung.
"Sudahlah.."
Akarhy mengusap rambut Arisa perlahan.
"Sigh.. paling tidak, tidurlah di sini dulu," ucap Arisa.
"Kau terlalu khawatir yah.."
"Iya.."
"Aku tak bisa lama-lama di sini.. karena-" belum selesai Akarhy berbicara, tiba-tiba Arisa sudah berbicara lagi.
"Aku khawatir karena aku sudah menelepon ambulans ke sini, bagaimana aku menjelaskan hal ini pada mereka? Mereka akan berpikir aku hanya bermain-main dengan mereka..!" pekik Arisa.
Arisa kelihatannya sedang panik.
"......."
Akarhy terdiam.
"Jadi.. kau khawatir karena itu? kau ini.." ujar Akarhy.
"Tapi aku juga khawatir denganmu!" protes Arisa.
"Dasar, pikirkan dirimu sendiri, lihat kau juga terluka.."
"Paling tidak, istirahatlah dulu di sini, minimal sampai matahari terbit dan udara tidak sedingin ini.. Hmm, aku sudah baik-baik saja. Metabolisme tubuhku kan kuat!" Arisa terlihat bersemangat.
"Huh? Kau ini terlalu percaya diri, dasar.." ucap Akarhy sambil menyentil kening arisa.
"TUK!"
"Aduh!" pekik Arisa.
"Kenapa kau lakukan ituuu..?" tanya Arisa lagi.
"Karna kau cerewet sekali..." jawab Akarhy sambil tersenyum.
"Ngomong-ngomong, Arisa.. Kau.. tidak takut padaku?"
"Kenapa aku harus takut?"
"Lihat? Aku malah terlihat seperti monster.."
"Apanya yang monster?"
"Caraku membunuh psikopat tadi, caraku melawan makhluk tadi.. benar-benar mengerikan bukan? Hahaha.." jawab Akarhy sembari tertawa kecil.
"Yah, itu memang membuat ku shock, tapi aku sudah pernah melihat hal seperti itu terjadi, jadi.."
Arisa tak menyelesaikan kata-katanya. Akarhy menatap Arisa.
"Umm.. kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Apa yang terjadi padamu...? Beritahu aku," pinta Akarhy.
"Well, umm.. ini sedikit sulit untuk dijelaskan.."
"Baiklah.. jika aku tak boleh tau.. Aku ini hanya orang luar bukan?"
"Yah, sebenarnya.. dulu, saat umurku 11 tahun, kakakku membantai seluruh anggota keluargaku, kecuali aku.. Itu memang salah kedua orang tuaku juga sih.. Mereka menyiksa kami.." jawab Arisa.
Akarhy memeluk Arisa, dan berbisik di telinganya.
"Aku mengerti.."
"Yeeeey, akhirnya Akarhy memelukku!!" pekik Arisa di telinga Akarhy.
Arisa memeluk Akarhy dengan erat. Semakin lama, pelukan Arisa menjadi semakin erat.
"Uhmm... Jangan erat-erat nanti aku gak bisa nafas.. Arisa.. heii.."
"Hehe, baiklah.."
Arisa melepaskan pelukannnya.
"Hm.. jadi, apa kau tau dimana kakakmu sekarang?" tanya Akarhy.
"Ummm, tidak.. Terakhir yang kutahu, dia kabur dari rumah sakit jiwa dan menjadi buronan.."
"Begitu.."
Tiba-tiba, terdengar suara siren ambulans dari luar apartemen Arisa. Arisa mengintip melalui jendela dan melihag para penghuni apartemen Arisa berhamburan keluar untuk melihat apa yang terjadi.
"OH, TIDAK.." ucap Arisa.
"Ada apa?"
"AMBULANSNYA TELAH DATANG."
"Lalu kenapa?"
"APA YANG HARUS KUKATAKAN PADA MEREKA?"
"Aku tak bisa bertemu dengan mereka. Bisa gawat kalo identitasku ketahuan, Kau ini ceroboh.."
"Tapi tadi aku panik! Sekarang ginjalmu hanya ada satu!!"
"lalu Kenapa kau tidak bertanya padaku dulu sih?"
Arisa berlari keluar untuk menjelaskan apa yang terjadi pada pihak rumah sakit.
".. Ini salahku juga sih.." ucap Akarhy pada dirinya sendiri.
Dapat dilihat dari jendela, Arisa sedang diceramahi oleh pihak rumah sakit tentang bagaimana seseorang tidak boleh bermain-main untuk urusan seserius itu. Akarhy memperhatikan melalui jendela.
setelah selesai Arisa berlari ke apartemennya dan menutup pintu.
"Sudah selesai...?" tanya Akarhy.
"Fiuuh, untung mereka tidak menginterogasi ku lebih banyak lagi.."
"Baguslah kalo begitu.."
Akarhy duduk di tepian tempat tidur.
"Hmmm.. malam ini telah terjadi banyak hal.." ucapnya.
"Hooaaahhm..."
Arisa menguap, matanya terlihat sayu.
"Aku ngantuk sekali.. Aku akan tidur.. Selamat malam Akarhy," ucap Arisa sambil tersenyum.
"selamat malam.."
Arisa pergi mengambil selimut dan tidur di sofa.
"Aku tidur di sofa saja.." ujar Akarhy.
Tapi terlambat, Arisa sudah tidur dengan sangat nyenyak di sofa itu.
"Sial.. Aku tak bisa membangunkannya.."
"Baiklah, aku akan tidur di kasur.."
Akarhy berjalan menuju kasur Arisa dan tertidur. Akarhy sangat kelelahan, dia langsung terlelap. Tanpa mereka sadari, terdapat sesosok bayangan yang mengintip mereka.
"Khukhukhu..."
"Manusia-manusia bodoh.."
"Ini hanyalah permulaan, Bersiaplah untuk serangan lainnya.."
"Khukhukhu.. Akan kubalas dendam temanku.."
Sosok tersebut hilang dan meninggalkan bercak darah di jendela apartemen Arisa. Akarhy merasakan ada yg sosok yang mengawasi mereka.
"Cih, firasatku tidak enak.."
"Aku... tak bisa meninggalkannya.." ujar Akarhy sambil melihat Arisa yang tertidur lelap.
"Tapi.."
Akarhy melihat ke arah jendela dan terkejut melihat bercak darah yang ditinggalkan sosok tadi.
"..!!"
"Apa itu.. darah..."
"Jangan-jangan... yang tadi itu..." ucap Akarhy pada dirinya sendiri sambil menyeringai.
"GUBRAK!!"
"....!!!!"
Angin malam yang kencang mendobrak dan membuka jendela apartemen Arisa tersebut, membuat suhunya menjadi dingin.
"Ugh.. dingin.."
Akarhy berjalan mendekati jendela dan menutupnya. Tapi sebelum itu, Akarhy menatap keluar jendela. Tiba-tiba, tampak sesosok bayangan berlari dengan cepat melalui lorong di apartemen Arisa.
"Wuuuushh"
"apa itu..? Cepat sekali.."
Terdengar suara desahan dari sosok itu. Akarhy terkejut dan mengambil katananya.
"Siapa disana?!"
Mengangkat tangannya, sosok tersebut menampakkan diri.
"Ampun, ini aku.. Aku kebelet kencing.."
Tampak Arisa sedang menahan kencingnya.
"Arisa.. membuatku kaget saja.. Kukira.."
Akarhy menatap keluar jendela.
"Umm.. Bolehkah aku pergi sekarang? Aku rasanya ingin mengompol.."
"Iya, tentu saja.. hati-hati.."
"Huh.. Siapa itu tadi.. Apakah itu.. ah, tidak mungkin.."
Arisa pergi ke toilet dan memuaskan hasrat terpendamnya itu. Setelah itu, Arisa kembali pergi tidur. Namun, Akarhy tidak bisa tidur. Dia memutuskan untuk menjaga Arisa. Dia masih memegang katananya. Arisa tertidur sangat nyenyak sampai dia tak menyadari kehadiran Akarhy di dekatnya.
"Sepertinya dia sangat lelah..."
Akarhy menatap arisa yg terlelap. Akarhy mengusap rambutnya perlahan dan mencium kening Arisa. Lalu akarhy melihat ke arah meja belajar arisa dan melihat peralatan tulisnya kemudian mendekatinya.
"Sepertinya aku ingin menulis sesuatu.."
Akarhy menarik kursi dan duduk di meja belajar itu. Kemudian dia menulis sesuatu.
"Fiuh.."
Akarhy menghela nafasnya.
"Sudah selesai, akan ku tinggalkan disini saja .."
Akarhy meletakkan kertas itu di meja belajar Arisa kemudian menaiki jendela.
"Aku harus segera pergi, maafkan aku arisa..." ucapnya sedih, menengok kearah Arisa.
"Jaga dirimu baik-baik.."
"Sampai jumpa.."
Akarhy tiba-tiba sudah menghilang dari jendela, kemudian jendelanya tertutup sendiri.
25 Desember 2014
Matahari pagi menyinari kamar Arisa yang gelap. Kicauan burung di pagi hari membangunkan Arisa dari tidurnya yang nyenyak.
"Hoaaaaahmm...."
Arisa menguap dan meregangkan tubuhnya.
"Hmm, tidurku nyenyak sekali.. Dimana Akarhy?"
Arisa mencari Akarhy, namun tidak menemukannya. Tetapi, Arisa menemukan sepucuk surat yang ditulis dengan tinta merah.
"Hm? Apa ini?"
Arisa menggosok matanya yang masih buram dan membaca isi surat tersebut.
[Untuk arisa,]
[Maaf aku pergi tanpa pamit dulu padamu. Karena ada hal lain yang harus aku lakukan, dan juga Karena aku tak akan bisa mengucapkan selamat tinggal padamu, tapi kita pasti akan bertemu lagi.]
[Terima kasih untuk semua yang telah kau lakukan padaku, kau sangat baik.]
]Tapi..]
[Firasatku mengatakan Kau harus lebih berhati-hati sekarang, karena bahaya di luar sana sedang mengancammu. Maka ada kemungkinan akan terjadi sesuatu lagi, aku tak tau apa itu.]
[Dan jika sesuatu terjadi padamu, aku berjanji akan datang dan menolongmu.]
[Sekian,]
[Dari Akarhy]
[Note: aku tak bisa menemukan pensil jadi kutulis dengan pulpen merah yang telah kutemukan saja yah.]
Arisa selesai membaca surat itu. Air mata menetes di pipinya.
"Akarhy.. pergi.."
Arisa mengambil foto kakaknya yang dia simpan dalam laci meja belajarnya dan menatapnya.
"Sigh.. dia mirip sekali dengan kakakku... Aku ingin bertemu kakak lagi.."
Arisa mulai menangis. Dia mengambil salah satu pisau yang biasa dia simpan di laci meja belajarnya dan mulai menyayat-nyayat kulitnya sendiri.
"Hiks.. hiks... Kenapa aku selalu merasa sehampa ini..."
Depresi yang diderita oleh Arisa menjadi semakin parah. Arisa tertawa senang melihat darah mengalir dari urat nadinya.
"Eheheehe.. Teehee.."
Darah Arisa yang mengalir bercampur dengan air mata Arisa dan membuat Arisa tertawa semakin keras.
--------------------------
--------------------------
Di suatu tempat dikeramaian kota, di musim dingin. Terlihat sosok akarhy sedang bersandar di tembok di tengah keramaian kota. Tidak ada yg menyadari kehadirannya, dan tidak ada yang sadar ketika dia tiba-tiba menghilang ditelan kegelapan malam.
"Khukhukhu.."
"Bersiaplah.."
-END-